“sudah dapat kartu tesmu?”
Tanya Renata pada Laura sahabatnya, dengan nada gembira Laura menjawab “sudah,
aku tes di SMP 4, semoga kita tes di sekolah yang sama biar nanti perginya bisa
sama-sama” harapan Laura terlempar ke langit.
seperti biasanya Laura adalah seorang gadis mungil yang manis dengan berjuta
harapan yang akan selalu diucapkannya, dia percaya apa yang keluar dari
mulutnya adalah doa tanpa lipat tangan tutup mata yang akan selalu didengar
Tuhan.
Matahari bersinar
terang dari belahan bumi bagian timur, seperti tersenyum memancarkan semburat
jingga di langit warna-warni. Langit tidak hanya berwarna biru saat Matahari
berjumpa Bulan tapi warna-warni seperti merayakan pertemuan dan merangkul
perpisahan sekejap membagi tugas sebagai benda penerang pada cakrawala.
Dua sahabat ini
kemudian pergi untuk mengambil kartu tes milik Renata, kali ini Laura harus
bersabar menunggu sahabatnya mengantri di loket pengambilan kartu tes melihat
panjangnya antrian dan amburadulnya panitia pelaksana di kantor BKD itu emosi
Renata terusik, “astaga aku kan yang duluan mengantri kenapa nama dia yang
duluan dipanggil, wah tidak benar ini” keluh Renata yang sudah hampir 1 jam
menunggu pada situasi yang tidak beraturan tanpa antri yang jelas. “kalau
begini caranya sampai 3 jam aku nunggu namaku juga tidak akan dipanggil,
panitia di loket ini sepertinya tanpa persiapan.” Sambungya. Laura hanya
tersenyum dan memberi semangat pada sahabatnya yang sedang emosi itu “sabarlah
cantik, kata orang untuk sesuatu yang indah pasti butuh proses.” Laura memang
seorang sahabat yang sangat bisa diandalkan dalam hal curhat dan support, kata-katanya
seperti oase ditengah-tengah gurun. 15 menit kemudian “Renata Dewi Anggraini Abimanyu” teriak ibu
itu. Suara lantang Renata mengiyakan akan kehadirannya yang sudah 1 jam berdiri
menunggu nama lengkapnya dipanggil.
Setelah mendapat kartu tesnya ada rasa
sedikit kecewa karena tempat tesnya berbeda dengan sahabatnya Laura. Sembari
menunggu jam makan siang, 2 sahabat ini pergi untuk cek lokasi mengingat mereka
berdua berasal dari kabupaten dan kuliah di kota yang berbeda dengan tempatnya
mengadu nasib mereka kehilangan jejak tanpa petunjuk beruntungnya zaman ini
kita sudah punya GPS yang bisa mengantarkan kita ke tempat yang ingin kita tuju
walaupun tanpa pernah menghirup udara disana. “sedikit lagi depan nanti belok
kiri, kata GPS kita sudah dapat SMP 4 dan kamu tau apa berita baiknya ternyata
SMP 4 dan SMA 1 itu saling berhadapan..hahaha, Tuhan memang lucu suka bercanda”
tawa Laura disambut kegirangan Renata yang sedang asik nyetir sambil ngemil
keripik emping kesukaannya “finally, kita tiba juga disini untung masih
ditengah kota jadi masih dalam jangkauan, okeh tujuan selanjutnya Maaakaaann!
lapar bingit eke, kita makan di Mall saja yah, lagi ngidam Pizza Hut.” Laura
hanya ikut saja apa maunya Renata karena saat ini kerongkongan dan lidahnya
tidak mengiginkan sesuatu yang spesifik, hanya lambungnya yang minta segera
diisi sebelum si asam meningkat.
“Rena.. aku mau beli
JCo buat adik sepupuku di rumah jarang-jarang kan kita makan JCo butuh 2 jam
baru sampai kota lagi.,hahaa.” Sekejap saja bungkusan donat itu sudah
ditangannya.
Telepon berbunyi….
“selamat siang tante,
iya saya lagi di kota sama teman, ohh tante sudah disini jg, iya kalau begitu
saya pulangnya sama tante saja, saya tunggu tante di Ramedia yah, oke tante
nanti telpon kalau sudah dekat.”
Pembicaraan berakhir..
“jadi kamu pulang sama
tante kamu, kalau begitu aku pulangnya besok saja skalian ajak sepupuku mumpung
dia sudah selesai Mid” ujar Rena dengan nada setengah kecewa.
Laura menawarkan Jconya
tapi renata sudah kenyang dan ada kendala pada gusinya saat ini jadi tidak bisa
bertemu yang manis2.. Laura memasuki toko buku itu dicarinya bagian agama
mengingat renungan harian yang sering dibacanya untuk bulan ini belum ada..
didapatinya edisi September dan Oktober yang dia cari-cari karena cuttie
diarynya edisi ini bagus untuk dipelajari.
Hp berdering… laura
menuruni tangga dan keluar dari Ramedia dengan sebungkus Jco ditangannya,,
tanpa sengaja dia melihat kaum proletar yang duduk di jalan bersandar pada
pohon dengan menggendong anak kecil perempuan dan anak laki-laki kecil
disampingnya..
Kaki Laura sudah berada
di mobil tapi hatinya melihat anak kecil kumal yang berbicara sesuatu kepada
ibunya mungkin saja dia membicarakan hal-hal yang biasa ‘orang kaya’ makan..
hati Laura tertambat dan seketika itu juga dia menyerahkan sebungkus donat JCo
yang seharusnya untuk adiknya.
seketika anak kecil proletar
itu kegirangan sinar mata dan raut wajahnya berbinar ”Horeeee” seperti anak
kecil pada umumnya yang bahagia ketika makan donat tetapi mungkin anak kecil
ini menanti harapan yang selalu ada dalam doa yang diucapkannya ketika melihat
anak-anak lain seusianya makan donat mahal
bahkan berharap saja pun mereka seperti bermimpi, entah kapan harapan
itu akan terkabul..
Donat Jco itu dilahapnya dengan penuh
kegirangan, ibu dan adiknya tersenyum dan bahkan sedikit malu-malu mencicipinya.
sebuah donat JCo yang
tanpa sengaja ada dipikiran tetapi Tuhan punya jalan lain untuk membuat kau
bahagia, melihat tawa dan senyum simpul proletar itu seperti melihat dunia yang
seharusnya tidak pantas kau keluhkan, melihat itu bahagia yang sesungguhnya
terasa..
seperti kata orang
bahagia itu Tuhan sediakan tanpa perlu kau cari objeknya.. kau hanya perlu
memilih untuk bahagia..
“Di sekolah, diceritakan nasib kaum
proletar di Hindia dan Negara-negara lain, dan juga mengapa nasib mereka begitu
buruk. Selain itu, kita membangkitkan rasa kasihan di dalam diri mereka
terhadap orang-orang hina dan kita tunjuk pada kewajiban yang harus mereka
pikul pada masa mendatang, setelah mereka menjadi dewasa, untuk membela
berjuta-juta kaum Proletar.”- TAN MALAKA, 1921
***
pada akhir tahun 1921, Tan Malaka menulis 2 artikel di surat kabar Soeara
Ra’jat dengan headline “SI Semarang dan
Onderwijs“ yang menjelaskan dasar-dasar sistem pendidikan disekolahnya yang
disesuaikan dengan keperluan dan cita-cita rakyat miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar