Seperti kemarin hujan masih saja bernyanyi tanpa henti
membasahi pagi yang sama dimana rindu tak jua datang menjemput tuannya.
Matahari malu-malu hanya menampilkan bias cahaya yang tertutup
awan gelap, si cumulonimbus ingin tampil apik seperti dirigen dengan tuxedonya
memimpin barisan choir yang menghasilkan harmoni indah.
Pagi itu hujan menyapa rindu yang sebenarnya tak pantas
dipajang, namun hujan selalu punya cara ajaib bagi penikmatnya..sebenarnya
bukan cuma tentang rindu yang selalu datang bersamaan hujan. Namun tentang
harapan yang dibawah air hujan.
Pernahkah berpikir langit yang gelap, air hujan dan bias
cahaya itu adalah kesatuan sebuah dimensi yang sebenarnya tak ingin bersatu?
Namun hujan di pagi hari selalu punya cara agar mereka bisa
bersatu dan menampilkan harmoni yang indah. Tanpa sadar kesatuan itu bahkan
berhasil membuat jutaan hati dan mata yang tak sengaja berpapasan rindu ikut
hanyut terbawa air hujan yang turun dengan nyanyian romantis penuh makna.
Rindu itu liberal, majemuk, bukan
hanya untuk sepasang kekasih yang tengah jatuh kedalam pusara cinta yang
berarus. Aku rindu dimana anak-anak Indonesia bebas bermain di tanah lapang
dengan layang-layang, kelereng, main asing, main lompat karet dan sederet
permainan masa kecil yang bermanfaat. Aku rindu, kapankah nasib anak-anak
Papua, NTT, Kalimantan dan wilayah timur lainnya setara dengan nasib mereka
yang mengaku dan bangga menjadi anak Indonesia yang merdeka.
Selamat pagi hujan, ku ambil
gitar bernyanyi bersamamu lagu rindu untuk mereka, lagu sendu yang akan terbawa
bersama derasnya airmu yang mengalir jauh sampai jauh.
Selamat pagi hujan, ku ambil
gitar bernyanyi bersamamu lagu rindu untuk pelangi yang kita sama percaya akan
selalu muncul sehabis engkau bernyanyi.
Hujan dan pagi, bukan sekedar
tentang rindu yang mengalir, tetapi lebih kepada harapan yang terbawa air hujan
mengalir kepada tuannya.