Sabtu, 21 November 2015

Surga kecil di tengah Sulawesi. [bagian pertama]



Pagi pun tiba, hari baru cerita baru dan saya telah berada di terminal keberangkatan bandara Sultan Hasanuddin untuk melakukan penerbangan tujuan bandara Mutiara, Palu. Sesak terasa meninggalkan semua teman dan kegiatan yang menanti selepas saya pergi. Tetapi semesta berkonspirasi menyeret tubuh ini melewati awan dan lautan kemudian segera menginjakkan kaki ditengah Sulawesi, yang ditempuh selama 1 jam dari Makassar. 

Tempat baru Petualangan baru, mencoba positif thinking dan sedikit menghibur diri. Kedatangan saya ke Sulawesi Tengah bukan untuk liburan (sebenarnya) tapi untuk bekerja. Saya mendapat panggilan kerja di kabupaten Parigi Moutong, yang ditempuh selama 2 jam dari Palu ibukota Sulteng. Tiba di Parigi ibukota Parigi Moutong, saya langsung ingin pulang karena harapan tak sesuai dengan realita. “ini mah desa, duh bisa dapat apa disini” bisikku dalam hati. Terang saja, bayangan kota yang ada dalam pikiranku sama sekali tidak terlihat, yang ada justru hamparan sawah yang luas mengapit jalan poros trans Sulawesi, jalanannya sepi khas jalan antar daerah, tapi setidaknya terbebas dari kemacetan kota  di tempat saya dulu, Namun tetap saja hati saya sendu. 

Hari berganti, tak terasa sudah 3 minggu berada di Parigi, punya teman meskipun hanya teman kantor namun mereka tak suka berolahraga atau sekedar jogging ke alun-alun ataupun melakukan kegiatan outdoor yang saya gemari. Merasa sendiri di kota orang menuntut saya harus bisa mengusir sepi yang datang, alhasil 3 minggu pertama saya habiskan dengan membaca buku atau menonton film, itu jurus jitu pengusir sepi sih.haha 

Minggu keempat, saya sudah mulai bosan dengan rutinitas yang tak kunjung berubah, akhirnya saya mencoba jogging ke alun-alun namun tetap saja nalar saya masih membandingkan keadaan sekarang dan dahulu. Di kota tempat saya jogging dulu track larinya bagus dikelilingi pohon-pohon yang tidak akan membuatmu panas kena sinar matahari, bertemu teman-teman, belum lagi cuci mata karena para lelaki kece yang ikutan jogging, Bandingkan dengan tempat jogging saya sekarang dipinggir jalan, jogging sendiri, panas kena sengatan matahari, Tapi tetap saja saya harus membiasakan diri berdiri tanpa bergantung pada orang lain itulah satu tahap kehidupan yang harus dilalui semua orang dewasa. Terima, nikmati, lalui dan bersyukur. Tak terasa sudah 3 bulan saya berada disana. 

Bulan ketiga, memasuki bulan Agustus tiba-tiba om saya mengajak untuk ikut beliau ke desa lain dalam rangka peresmian sebuah tugu, ajakan om langsung saya terima saat itu juga meskipun tidak mengerti tujuan kesana. Perjalanan ke desa itu ditempuh sekitar 5 jam dari Parigi, lumayan membuat saya pusing dengan sedikit berkelok-kelok tapi didominasi jalan yang lurus kok, Cuma saya memang mabok darat. Hhaa
Akhirnya tiba dengan selamat sampai di desa Tinombo, istirahat sejenak, makan dan menuju pulang. Saya sempat bingung, namun ternyata tadi saya ketiduran pas mobil kami melewati tugu tempat tujuan kami. Tugu itu terletak sebelum Tinombo tepatnya di desa Khatulistiwa, karena kurangnya penginapan disana maka kami terpaksa beristirahat di Tinombo yang letaknya ditempuh 45 menit setelah desa itu.  

Sampai di desa Khatulistiwa, tugunya masih dibungkus dengan kain menanti kedatangan menteri yang meresmikan dan menanggalkan kain penutupnya. Acara peresmian tugu itu dirangkaikan dengan perkemahan pramuka yang diikuti oleh seluruh SMA se-Parigi Moutong. Tiba dipuncak acara Menteri yang ditunggu pun tiba, saya masih penasaran dengan tugu itu, “tugu apasih itu? Sampai harus tunggu seorang menteri dulu”ketusku, sesaat  pembawa acara kemudian berkata “kita hitung mundur untuk peresmian tugu khatulistiwa ini, 4 3 2 1, tugu khatulistiwa telah diresmikan oleh bapak menpora Roy Suryo” segenap tepuk tangan riuh bergemuruh oleh ratusan orang yang berkumpul disitu. Hal ini sangat bertolak belakang dengan realita yang saya dapatkan ketika menonton pertandingan AcMilan Glorie di stadion GBK, Jakarta. Ketika itu pembawa acara mendengungkan nama menpora, serentak stadion bergemuruh mengejek sang menteri, bukan tepuk tangan melainkan gemuruh suara huu dan jempol yang dibalik kebawah, maka kali ini saya hanya tersenyum saja. Realita ini, mengajarkan saya bahwa tidak semua orang bisa menerimamu meskipun kamu telah berbuat baik menurut takaranmu. Kita hanya perlu melakukan apa yang terbaik buat diri kita, tepuk tangan dan cibiran hanya menjadi hiasan saja, yang penting kita meninggalkan dampak yang berguna bagi orang lain. (seloroh hati)

Terlepas dari pembelajaran seorang menteri,  saya cukup kaget ternyata daerah yang tidak pernah masuk dalam daftar tempat yang ingin saya kunjungi, dilewati oleh garis Khatulistiwa sang equator, sekedar informasi sang equator ini hanya melewati beberapa wilayah di dunia, di Indonesia sendiri hanya melewati beberapa daerah saja salah satunya di desa Khatulistiwa, Parigi Moutong yang merupakan satu-satunya daerah di pulau Sulawesi yang tepat dilewati sang equator ini. Konon katanya jika kita meletakkan telur dipusat tugu ini maka posisi telur bisa tegak lurus, dan  lagi jika kita berdiri di dekat tugu itu maka bayangan kita tidak kelihatan, tetapi semua itu bisa terjadi saat matahari benar-benar berada satu garis lurus diatas permukaan bumi. Selain itu, mengutip kalimat pak Roy Suryo bahwa masyarakat yang berada dibawah garis khatulistiwa lebih mudah mengakses informasi karena lebih dekat 36 ribu km dari garis khatulistiwa yang merupakan letak objek stasioner. Suatu kebetulan yang tidak biasa berada tepat dibawah Zamrud khatulistiwa. Maka tanpa pikir panjang besoknya saya mengabadikan tugu titik nol itu, kemudian nalar saya pun bertanya jika suatu tempat bisa dilewati garis khatulistiwa maka flora, fauna dan pesona alam yang tumbuh dan hidup disana pastilah tidak biasa juga. 
Hmm, ini baru bagian pertama petualanganku disini selanjutnya ada di surga kecil di tengah Sulawesi bagian  kedua. Ciao.. 


Rabu, 24 Juni 2015

Seperti Anjing



Akhirnya setelah sekian lama membiarkan diary ini berdebu, saya kembali lagi membukanya. Sebab tiba-tiba saja saya terpikir mengabadikan kisah anjing jantan yang tiap hari berkumpul di depan rumah mencari betinanya. Kebetulan anjing tetangga depan rumah  dan anjingku si Bolkis betina maka tak heran depan rumahku menjadi tempat sasaran empuk si pejantan yang ingin kawin.

Mereka mengganggu, sangat mengganggu. Bersahutan menggonggong, melolong, bahkan tak jarang saling menggigit. Membuat tetangga dan seisi rumahku sulit tidur. Namun entah apa yang ada dipikiran mereka, untuk mendapatkan seekor betina mereka bahkan rela digigit dan menggigit, menggonggong sepanjang malam, mungkin mereka berserenade atau mengatakan aku disini menunggumu. Kelihatan so sweet sekali yah.. haha 

Tapi mungkin anjing  itu punya naluri players yang senang sekali menunjukkan perjuangannya untuk sekedar mendapatkan perhatian betinanya atau bahkan melakukan segala cara agar bisa kawin dengan betina incarannya. Nah lalu setelah kawin, anjing itu pergi meninggalkan betinanya, Hanya sesekali saja datang melihat dan pada musim kawin selanjutnya dia akan melakukan hal yang sama untuk anjing betina lain yang berada dekat dengannya. Tak jarang saya melihat mereka sana sini menebar benihnya.

 Selama ini saya hanya memelihara anjing jantan karena mama tidak ingin anjing betina beranak di rumah dan menjadi galak, kemudian menggigit tamunya yang datang berkunjung. Tetapi kemudian saya menemukan alasan lain, jika kamu memelihara anjing betina maka bersiaplah pada musim kawin, anjing jantan sekompleks mendatangi rumahmu tanpa sopan santun dan itu mengganggu.
Anjing terkenal hewan yang setia. Tapi, setia pada tuannya. Jika kamu tak bisa menjadi tuannya maka dia akan pergi. Jika kamu hanya menjadi teman kawinnya bersiaplah untuk ditinggalkannya. Dan jika kamu sudah berhasil menjadi tuannya, jangan bahagia dulu, anjing setia sama tuannya tapi tidak dengan teman kawinnya. Dia boleh tinggal menjagamu siang malam tapi ketika musim kawin datang, dia akan mencari betinanya yang baru. 

Kemudian, saya teringat seorang ibu-ibu setengah baya pernah berkata demikian: “laki-laki itu ibarat anjing, makanya perempuan yang harus control” – nasehat berpacaran.
Saat itu saya ingin sekali berbantah dengannya, tetapi sudahlah saya cukup mengiyakan saja.
Pikirku, kalau laki-laki itu ibarat anjing maka Tuhanku bagaimana bentuknya? Bukankah kita diciptakan menurut gambar rupanya?

Lalu, bagaimana dengan tulang rusuk laki-laki yang ada padaku, apakah aku harus merasa direndahkan karena rusuk ini, ibarat rusuk seekor hewan? Bukankah kita ini manusia ciptaan paling mulia?

Kalau laki-laki ibarat seekor anjing, bagaimana bisa saya bercinta dengannya sementara kepala saya membayangkan seekor anjing.. hih.. 

Hey laki-laki, berhentilah membuat dirimu diibaratkan seperti anjing oleh kaum ibu-ibu setengah baya yang sedang menasehati anaknya berpacaran. Kalian makhluk mulia dan sexy (smart) yang pernah diciptakan Tuhan. Saya tak tega kalian direndahkan seperti itu padahal kalian yang memberi saya tulang rusuk. (Tapi bukan alasan untuk merendahkan saya dan menganggap perempuan hanya sebagai objek).

Jangan mau terpaku dengan pepatah lama. Laki-laki bukan anjing dan perempuan tidak harus memahami dan mengerti kalau laki-laki itu ibarat anjing. Perempuan dipaksa sabar dan menerima kalau sejak dari dulu memang seperti itulah laki-laki. Saya menolak dengan nalar saya. seorang manusia direndahkan ibarat hewan yang diciptakan oleh firman saja. Sementara Tuhan berkarya luar biasa dalam menciptakan ADAM,mengambil debu tanah menciptakannya menurut gambar dan rupanya lalu menghembuskan nafas Tuhan kepadanya. Bahkan HAWA hanya diambil dari tulang rusuknya Adam.  

Seandainya semua laki-laki bisa menyadari kalau dirinya adalah karya luar biasa yang pernah Tuhan ciptakan, mungkin dia tidak akan menajiskan dirinya direndahkan dan diibaratkan oleh pepatah lama itu.

Hey, anak ADAM kalian adalah Mahakarya Tuhan,tolong jangan membuat dirimu diibaratkan seperti anjing, yang bisa kawin sana sini tanpa tanggung jawab dan seenaknya pergi.
 

Jumat, 29 Mei 2015

Hujan, gitar dan Pagi




Seperti kemarin hujan masih saja bernyanyi tanpa henti membasahi pagi yang sama dimana rindu tak jua datang menjemput tuannya. 

Matahari malu-malu hanya menampilkan bias cahaya yang tertutup awan gelap, si cumulonimbus ingin tampil apik seperti dirigen dengan tuxedonya memimpin barisan choir yang menghasilkan harmoni indah. 

Pagi itu hujan menyapa rindu yang sebenarnya tak pantas dipajang, namun hujan selalu punya cara ajaib bagi penikmatnya..sebenarnya bukan cuma tentang rindu yang selalu datang bersamaan hujan. Namun tentang harapan yang dibawah air hujan.

Pernahkah berpikir langit yang gelap, air hujan dan bias cahaya itu adalah kesatuan sebuah dimensi yang sebenarnya tak ingin bersatu? 

Namun hujan di pagi hari selalu punya cara agar mereka bisa bersatu dan menampilkan harmoni yang indah. Tanpa sadar kesatuan itu bahkan berhasil membuat jutaan hati dan mata yang tak sengaja berpapasan rindu ikut hanyut terbawa air hujan yang turun dengan nyanyian romantis penuh makna.

Rindu itu liberal, majemuk, bukan hanya untuk sepasang kekasih yang tengah jatuh kedalam pusara cinta yang berarus. Aku rindu dimana anak-anak Indonesia bebas bermain di tanah lapang dengan layang-layang, kelereng, main asing, main lompat karet dan sederet permainan masa kecil yang bermanfaat. Aku rindu, kapankah nasib anak-anak Papua, NTT, Kalimantan dan wilayah timur lainnya setara dengan nasib mereka yang mengaku dan bangga menjadi anak Indonesia yang merdeka. 

Selamat pagi hujan, ku ambil gitar bernyanyi bersamamu lagu rindu untuk mereka, lagu sendu yang akan terbawa bersama derasnya airmu yang mengalir jauh sampai jauh. 

Selamat pagi hujan, ku ambil gitar bernyanyi bersamamu lagu rindu untuk pelangi yang kita sama percaya akan selalu muncul sehabis engkau bernyanyi.

Hujan dan pagi, bukan sekedar tentang rindu yang mengalir, tetapi lebih kepada harapan yang terbawa air hujan mengalir kepada tuannya.


Keset Kaki




Pernah membaca menjadi selingkuhan itu seperti keset kaki..


Tahukah keset kaki itu apa? Yups, benda yang diinjak  berfungsi menyerap air di kaki dengan tujuan si pemilik kaki tidak jatuh karena kakinya licin, setelah itu ditinggalkan dan tidak dianggap.

Itu pengorbanan keset kaki. 

Dia hanya diam senyap tanpa mengeluarkan kata “ aku sakit diinjak lalu ditinggalkan begitu saja”  


Dia diam dan berharap kapan aku dijemur untuk melihat matahari? 


Dia diam menyerap air sepi yang dia tahu akan membuatnya basah.


Keset kaki bersabarlah,  manusia itu hanya melihat matahari yang selalu ada untuk dia memberi kehangatan.


kamu keset kaki adalah pelangi yang timbul dari tetesan air hujan yang ditinggalkan matahari.


Namun bukankah pelangi lebih indah daripada matahari?? 



Iyaa.. pelangi memang indah namun hanya sesaat.. J