Jumat, 29 Mei 2015

Hujan, gitar dan Pagi




Seperti kemarin hujan masih saja bernyanyi tanpa henti membasahi pagi yang sama dimana rindu tak jua datang menjemput tuannya. 

Matahari malu-malu hanya menampilkan bias cahaya yang tertutup awan gelap, si cumulonimbus ingin tampil apik seperti dirigen dengan tuxedonya memimpin barisan choir yang menghasilkan harmoni indah. 

Pagi itu hujan menyapa rindu yang sebenarnya tak pantas dipajang, namun hujan selalu punya cara ajaib bagi penikmatnya..sebenarnya bukan cuma tentang rindu yang selalu datang bersamaan hujan. Namun tentang harapan yang dibawah air hujan.

Pernahkah berpikir langit yang gelap, air hujan dan bias cahaya itu adalah kesatuan sebuah dimensi yang sebenarnya tak ingin bersatu? 

Namun hujan di pagi hari selalu punya cara agar mereka bisa bersatu dan menampilkan harmoni yang indah. Tanpa sadar kesatuan itu bahkan berhasil membuat jutaan hati dan mata yang tak sengaja berpapasan rindu ikut hanyut terbawa air hujan yang turun dengan nyanyian romantis penuh makna.

Rindu itu liberal, majemuk, bukan hanya untuk sepasang kekasih yang tengah jatuh kedalam pusara cinta yang berarus. Aku rindu dimana anak-anak Indonesia bebas bermain di tanah lapang dengan layang-layang, kelereng, main asing, main lompat karet dan sederet permainan masa kecil yang bermanfaat. Aku rindu, kapankah nasib anak-anak Papua, NTT, Kalimantan dan wilayah timur lainnya setara dengan nasib mereka yang mengaku dan bangga menjadi anak Indonesia yang merdeka. 

Selamat pagi hujan, ku ambil gitar bernyanyi bersamamu lagu rindu untuk mereka, lagu sendu yang akan terbawa bersama derasnya airmu yang mengalir jauh sampai jauh. 

Selamat pagi hujan, ku ambil gitar bernyanyi bersamamu lagu rindu untuk pelangi yang kita sama percaya akan selalu muncul sehabis engkau bernyanyi.

Hujan dan pagi, bukan sekedar tentang rindu yang mengalir, tetapi lebih kepada harapan yang terbawa air hujan mengalir kepada tuannya.


Tidak ada komentar: